Rabu, 18 Desember 2013

KEARIFAN LOKAL DALAM PEMBELAJARAN IPS DI SD



A.      PENDAHULUAN

Arus globalisasi saat ini menyebabkan terkikisnya nilai-nilai kebangsaan pada warga negara Indoensia khususnya para pelajar diberbagai tingkat pendidikan. Fenomena tersebut bahkan telah menyebabkan lunturnya identitas kebangsaan dikalangan para siswa. Hal ini tentu saja harus mendapatkan perhatian serius dari kita semua khususnya para pelaku dunia pendidikan. Fakta yang muncul adalah siswa lebih bangga dengan hasil budaya asing daripada budaya bangsanya sendiri. Hal ini dibuktikan dengan adanya rasa bangga yang lebih pada diri anak manakala menggunakan produk luar negeri (impor), dibandingkan jika menggunakan produk bangsanya sendiri. Dalam hal kehidupan sehari-hari misalnya mereka lebih bangga memainkan permainan video game (Play Station) dari pada bermain permainan tradisional seperti congklak, egrang dan sejenisnya.
Fenomena lain adalah munculnya sempat munculnya sekolah berstandar internasional yang juga menjadi salah satu indikasi penurunan sikap nasionalisme dan kebanggaan terhadap budaya sendiri. Dengan menggunakan bahasa pengantar bahasa asing dalam proses  pembelajaran maka dapat mengakibatkan siswa juga lebih bangga menggunakan bahasa asing dan lupa dengan bahasa daerahnya atau bahkan bahasa nasionalnya sendiri yaitu bahasa Indoensia. Padahal, bahasa sebagai alat dalam menyampaikan pembelajaran sangat besar pengaruhnya terhadap pembentukan karakter peserta didik.
Maka dalam keadaan seperti ini perlu dikaji bagaimana menanamkan kembali nilai-nilai nasionalisme kepada peserta didik melalui pengintegrasian nilai-nilai budaya lokal (kearifan lokal) dalam proses pembelajaran di sekolah. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan pengertian dan pemahaman tentang nilai-nilai budaya lokal setempat  dan sebagai filter terhadap ganasnya arus globalisasi. Dengan demikian diharapkan para siswa tidak akan tergerus oleh derasnya arus globalisasi yang terus datang menerpa bangsa Indonesia.
B.     PENGERTIAN KEARIFAN LOKAL
Menurut pengertian kamus, kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari dua kata: kearifan (wisdom) dan lokal (local). Dalam Kamus Inggris Indonesia John M. Echols dan Hassan Syadily, local berarti setempat, sedangkan wisdom (kearifan) sama dengan kebijaksanaan. Secara umum maka local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.
Menurut Keraf (2002), kearifan lokal/tradisional adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman, atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yanag menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis.
Kearifan lokal menurut Naritoom (Wagiran, 2010) paling tidak menyiratkan beberapa konsep, yaitu:(1) kearifan lokal adalah sebuah pengalaman panjang, yang diendapkan sebagai petunjuk perilaku seseorang; (2) kearifan lokal tidak lepas dari lingkungan pemiliknya; dan (3) kearifan lokal itu bersifat dinamis, lentur, terbuka, dan senantiasa menyesuaikan dengan zamannya. Konsep demikian juga sekaligus memberikan gambaran bahwa kearifan lokal selalu terkait dengan kehidupan manusia dan lingkungannya. Kearifan lokal muncul sebagai penjaga atau filter iklim global yang melanda kehidupan manusia.
Kearifan lokal berasal dari dua kata yaitu kearifan (wisdom), dan lokal (local). Secara umum maka local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung di dalamnya dianggap sangat universal. (http://filsafat.ugm.ac.id).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka secara umum kearifan lokal merupakan sebuah budaya kontekstual atau gagasan-gagasan setempat (lokal) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Kearifan selalu bersumber dari hidup manusia. Ketika hidup itu berubah, kearifan lokal pun akan berubah pula (dinamis).

C.    CAKUPAN
Kearifan lokal merupakan fenomena yang luas dan komprehensif. Cakupan kearifan lokal cukup banyak dan beragam sehingga sulit dibatasi oleh ruang. Kearifan tradisional dan kearifan kini berbeda dengan kearifan lokal. Kearifan lokal lebih menekankan pada tempat dan lokalitas dari kearifan tersebut sehingga tidak harus merupakan sebuah kearifan yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.
Kearifan lokal bisa merupakan kearifan yang belum lama muncul dalam suatu komunitas sebagai hasil dari interaksinya dengan lingkungan alam dan interaksinya dengan masyarakat serta budaya lain. Oleh karena itu, kearifan lokal tidak selalu bersifat tradisional karena dia dapat mencakup kearifan masa kini, dan karena itu pula bisa lebih luas maknanya daripada kearifan tradisional. Untuk membedakan kearifan lokal yang baru saja muncul dengan kearifan lokal yang sudah lama dikenal komunitas tersebut, dapat digunakan istilah "kearifan kontemporer". Kearifan tradisional dapat disebut juga "kearifan klasik”.
Ditinjau dari sisi filosofi dasarnya, kearifan dapat dikategorikan dalam dua aspek, yaitu: (a) gagasan, pemikiran, akal budi yang bersifat abstrak; dan (b) kearifan lokal yang berupa hal-hal konkret, dapat dilihat. Kearifan lokal kategori (a) mencakup berbagai pengetahuan, pandangan, nilai serta praktik- praktik dari sebuah komunitas baik yang diperoleh dari generasi sebelumnya dari komunitas tersebut maupun yang didapat oleh komunitas tersebut di masa kini, yang tidak berasal dari generasi sebelumnya, tetapi dari berbagai pengalaman di masa kini, termasuk juga dari kontaknya dengan masyarakat atau budaya lain. Kearifan lokal kategori (b) biasanya berupa benda-benda artefak, yang menghiasi hidup manusia, dan bermakna simbolik.
Menurut pendapat lain diungkapkan bahwa paling tidak cakupan kearifan lokal dapat meliputi hal yaitu:
1.    Pemikiran, sikap, dan tindakan berbahasa, berolah seni, dan bersastra, misalnya karya-karya sastra yang bernuansa filsafat dan niti (wulang)
2.    Pemikiran, sikap, dan tindakan dalam berbagai artefak budaya, misalnya keris, candi, dekorasi, lukisan, dan sebagainya.
3.    Pemikiran, sikap, dan tindakan sosial bermasyarakat, seperti unggah-ungguh, sopan santun, dan udanegara.
Secara garis besar, kearifan lokal terdiri dari hal-hal yang tidak kasat mata (intangible) dan hal-hal yang kasat mata (tangible). Kearifan yang tidak kasat mata berupa gagasan mulia untuk membangun diri, menyiapkan hidup lebih bijaksana, dan berkarakter mulia. Sebaliknya, kearifan yang berupa hal-hal fisik dan simbolik patut ditafsirkan kembali agar mudah diimplementasikan ke dalam kehidupan. Kategorisasi lebih kompleks dikemukakan Sungri yang meliputi pertanian, kerajinan tangan, pengobatan herbal, pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan, perdagangan, seni budaya, bahasa daerah, philosophi, agama dan budaya serta makanan tradisional.

D.    JENIS-JENIS KEARIFAN LOKAL
Dalam masyarakat kita, kearifan-kearifan lokal dapat ditemui dalam nyanyian, pepatah, sasanti, petuah, semboyan, dan kitab-kitab kuno yang melekat dalam perilaku sehari-hari. Kearifan lokal biasanya tercermin dalam kebiasaan-kebiasaan hidup masyarakat yang telah berlangsung lama. Keberlangsungan kearifan lokal akan tercermin dalam nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok masyarakat tertentu. Nilai-nilai itu menjadi pegangan kelompok masyarakat tertentu yang biasanya akan menjadi bagian hidup tak terpisahkan yang dapat diamati melalui sikap dan perilaku mereka sehari-hari.
Secara umum kearifan lokal lebih menggambarkan satu fenomena spesifik yang biasanya akan menjadi ciri khas komunitas kelompok tersebut, misalnya alon-alon waton kelakon (masyarakat Jawa Tengah), rawe-rawe rantas malang-malang putung (masyarakat Jawa Timur), ikhlas kiai-ne manfaat ilmu-ne, patuh guru-ne barokah urip-e (masyarakat pesantren), dan sebagainya.
Bentuk kearifan lokal dapat dikategorikan ke dalam dua aspek, yaitu kearifan lokal yang berwujud nyata (tangible) dan yang tidak berwujud (intangible).
A.       Kearifan Lokal yang Berwujud Nyata (Tangible), meliputi :                     
a.    Tekstual, Beberapa jenis kearifan lokal seperti sistem nilai, tata cara, ketentuan khusus yang dituangkan ke dalam bentuk catatan tertulis seperti yang ditemui dalam kitab tradisional primbon, kalender dan prasi (budaya tulis di atas lembaran daun lontar).
b.       Bangunan/Arsitektural
c.     Benda Cagar Budaya/Tradisional (Karya Seni), misalnya keris, batik dan lain-lain.
B.       Kearifan Lokal yang Tidak Berwujud (Intangible)
Selain bentuk kearifan lokal yang berwujud, ada juga bentuk kearifan lokal yang tidak berwujud seperti petuah yang disampaikan secara verbal dan turun temurun yang dapat berupa nyanyian dan kidung yang mengandung nilai-nilai ajaran tradisional. Melalui petuah atau bentuk kearifan lokal yang tidak berwujud lainnya, nilai sosial disampaikan secara oral/verbal dari generasi ke generasi.  Misalnya  kearifan lokal yang mengandung etika terhadap lingkungan.
Bentuk contoh kearifan lokal yang paling terlihat juga terdapat pada masyarakat Jawa. Berikut ini disajikan beberapa contoh bentuk kearifan lokal pada masyarakat Jawa yaitu:
1.    Unen-unen, yaitu ungkapan berisi wejangan. Misalnya: (a) nglurug tanpa bala, menang tanpa ngasorake, digembol ora mendhokol, diguwang ora kemrosak; (b) kali ilang kedhunge pasar ilang kemandhange; (c) desa mawa cara negara mawa tata.
2.    Perintah halus, artinya _ ucap-ucap sinandi. Yakni ucapan wingit yang penuh teka-teki, seperti: dupak bujang, esem bupati, semu pandhita, sasmita narendra..
3.    Nglulu, artinya larangan yang tersamar halus, clan kebalikan dari keadaan. Contoh: sing dhuwur,.... ;sing sero, ....; ra sah bali.... .
4.    Cangkriman, adalah teka-teki yang harus ditebak maknanya. Cangkriman amat luas, antara lain cangkriman wayang. Misalnya : ana kayu den tutuhi atemak mangke angrembaka.
5.    Sekar/gendhing: lagu-lagu jawa klasik, dhandanggula, sinom, maskumambang, pocung, dan lain-lain.
6.    Dolanan  (mainan),  misalnya:  Dhoktri,  Sar-sur  petan,  Cublak-cublak Suweng, Jamuran.
7.    Filosofi Samin. Contoh: Nandur  pari  thukul  pari  ngundhuh  pari,  nandur  rawe  thukul  rawe  ngundhuh rawe, ora bakal nandur pari thukul jagung ngundhuh rawe.
8.    Isbat. Contoh: Ana pandhita akarya wangsit Pindha kombang angisep ing tawang Susuh angin ngendi nggone.
Kearifan lokal juga terdapat di beberapa daerah lain di indonesia yaitu:
1.      Papua, terdapat kepercayaan  te aro neweak lako (alam adalah aku). Gunung Erstberg dan Grasberg dipercaya sebagai kepala mama, tanah dianggap sebagai bagian dari hidup manusia. Dengan demikian maka pemanfaatan sumber daya alam secara hati-hati.
2.      Serawai, Bengkulu, terdapat keyakinan  celako kumali. Kelestarian lingkungan terwujud dari kuatnya keyakinan ini yaitu tata nilai tabu dalam berladang dan tradisi tanam tanjak.
3.      Dayak Kenyah, Kalimantan Timur, terdapat tradisi  tana‘ ulen. Kawasan hutan dikuasai dan menjadi milik masyarakat adat. Pengelolaan tanah diatur dan dilindungi oleh aturan adat.
4.      Masyarakat Undau Mau, Kalimantan Barat. Masyarakat ini mengembangkan  kearifan lingkungan dalam pola penataan ruang pemukiman, dengan mengklasifikasi hutan dan memanfaatkannya. Perladangan dilakukan dengan rotasi dengan menetapkan masa  bera,  dan mereka mengenal tabu sehingga penggunaan teknologi dibatasi pada teknologi pertanian sederhana dan ramah lingkungan.
5.      Masyarakat Kasepuhan Pancer Pangawinan, Kampung Dukuh Jawa Barat. Mereka mengenal upacara tradisional,  mitos, tabu, sehingga pemanfaatan hutan hati-hati. Tidak diperbolehkan eksploitasi kecuali atas ijin sesepuh adat.
6.      Bali dan Lombok, masyarakat mempunyai awig-awig.

E.     MASALAH (TANTANGAN)
   Tantangan-tantangan terhadap kearifan lokal yang muncul adalah sebagai berikut:
1.    Kurang adanya partisipasi dari masyarakat, terutama kalangan muda dan dunia pendidikan mengenai upaya untuk mengaplikasikan, mempertahankan, dan menjaga nilai-nilai kearifan lokal.
2.    Adanya perkembangan nilai-nilai budaya modern menyebabkan banyak masyarakat yang meninggalkan budayanya bersamaan dengan nilai kearifan lokal yang terkandung di dalamnya sehingga hanya sedikit sekali masyarakat yang masih menjaga dan melestarikan nilai-nilai kearifan lokal tersebut.
3.    Kurangnya perhatian baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah terhadap pelestarian budaya dan kearifan lokal yang tumbuh dan berkembang dimasyarakat.
4.    Kesadaran yang kurang dari warga masyarakat di Indonesia untuk melestarikan nilai-nilai budaya dan kearifan lokal yang ada.
5.    Jumlah Penduduk menuntut pemenuhan kebutuhan yang tinggi pula terutama masalah pangan, maka revolusi hijau di bidang pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan yang ada ditempuh. Pada akhirnya petani meninggalkan kearifan lokal dalam hal pengolahan lahan pertanian yang sudah terlebih dahulu digunakan dalam budidaya pertanian yang selaras selaras dengan alam. Bibit lokal yang sebenarnya mempunyai ketahanan terhadap hama dan penyakit, pupuk kandang dan pupuk organik yang digantikan dengan pupuk kimia, penggunaan hewan untuk membajak yang digantikan traktor, penggunaan obat-obatan dari tanaman untuk pertanian diganti dengan obat-obatan kimia yang pada faktanya sangat merusak lingkungan terutama tanah dan air.
6.    Perkembangan teknologi dan  arus globalisasi ikut berperan dalam merubah pola pikir masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Teknologi modern dianggap lebih bagus dan cepat untuk mencapai tujuan dibandingkan dengan yang tradisional (lokal) dengan mengesampingkan berbagai dampak negatifnya. Pada akhirnya kerusakan lingkunganlah yang timbul. Hutan banyak diekspliotasi dijadikan perkebunan, sungai jadi tempat pembuangan limbah dan sebagainya.

F.     POTENSI (PELUANG)
Kearifan  lokal  merupakan  modal pembentukan  karakter  luhur suatu bangsa yang kemudian akan menjadi jati diri bangsa itu sendiri.  Karakter luhur  adalah  watak  bangsa  yang  senantiasa  bertindak  dengan  penuh  kesadaran dan  pengendalian  diri.  Kearifan  lokal juga  bersumber pada berbagai budaya yang tumbuh dan berkembang dimasyarakat yang memiliki nilai-nilai luhur. Tiap suku dan daerah di Indonesia memiliki budaya dan adat istiadat sendiri-sendiri dengan nilai kearifan lokal tertentu yang terkandung di dalamnya. Maka kekayaan tersebut tentu saja menjadi modal tersendiri bagi bangsa Indonesia untuk mengembangkan dunia pendidikan dengan berbasis pada kearifan lokal dan budaya dimasing-masing daerah.
Berbagai bentuk  kearifan  lokal  yang  merupakan daya  dukung  bagi  penyelenggaraan  dan pengembangan  pendidikan  dalam  masyarakat antara lain sebagai berikut:
1.    Kearifan lokal masyarakat dalam bentuk peraturan tertulis tentang kewajiban belajar,  seperti  kewajiban  mengikuti  kegiatan  pembelajaran  bagi  warga  masyarakat yang masih buta aksara.
2.    Kearifan  lokal  dalam  menjaga  keharmonisan  hubungan  antarsesama  manusia,  melalui  aktivitas  gotong  royong yang  dilakukan  masyarakat  dalam  berbagai aktivitas.
3.    Kearifan  lokal  yang  berkaitan  dengan seni.  Keseniaan  tertentu  memiliki  nilai untuk  membangkitkan  rasa  kebersamaan  dan  keteladan  serta  rasa  penghormatan  terhadap  pemimpin  dan  orang yang dituakan.
4.    Kearifan  lokal  dalam  sistem  anjuran (tidak tertulis), namun disepakati dalam rapat  yang  dihadiri  unsur-unsur  dalam masyarakat  untuk  mewujudkan  kecerdasan  warga,  seperti  kewajiban  warga masyarakat untuk tahu baca tulis ketika mengurus  Kartu  Tanda  Penduduk  dan Kartu Keluarga
Prospek pengembangan kearifan lokal dalam dunia pendidikan di masa depan sangat dipengaruhi oleh berbagai kebijakan pemerintah yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan pembelajaran di sekolah. Maka dari itu penting untuk melibatkan dunia pendidikan dalam rangka untuk tetap menjaga kearifan lokal yang ada di Indonesia dengan mengintegrasikan nilai-nilai yang terkandung dalam kearifan lokal tersebut ke dalam konten dan proses pembelajaran.

G.    MANFAAT DALAM PEMBELAJARAN IPS
Pendidikan  berbasis  kearifan  lokal adalah  pendidikan  yang  mengajarkan  peserta  didik  untuk  selalu  lekat  dengan  situasi  konkret  yang  mereka  hadapi. Dengan dihadapkan pada masalah dan situasi konkret yang  dihadapi, peserta  didik  akan semakin  tertantang  untuk  menanggapinya secara  kritis dan melatih keaktifan dan kemandirian siswa. Pendidikan juga harus memperhatikan sinergitas antar  budaya dengan pendidikan agar pendidikan yang berlangsung lebih memiliki karakter dan lebih sesuai dengan budaya yang berkembang sehingga akan lebih mudah diterima dan diaplikasikan oleh peserta didik dalam kehidupannya.
Kearifan lokal merupakan usaha untuk menemukan kebenaran yang didasarkan pada fakta-fakta atau gejala-gejala yang berlaku secara spesifik dalam sebuah budaya masyarakat tertentu. Proses ini akan menghasilkan pengetahuan yang menggambarkan tentang kearifan lokal itu sendiri, yaitu gambaran mengenai sikap atau tingkah-laku yang mencerminkan budaya asli suatu daerah tertentu. Hal ini dapat dijadikan sebagai sumber materi dan nilai-nilai yang harus ditanamkan dalam pembelajaran IPS di sekolah.
Upaya pengembangan pendidikan dengan pembelajaran IPS yang berbasis kearifan lokal tidak akan terlaksana dengan baik tanpa peran serta masyarakat secara optimal. Keikutsertaan berbagai unsur dalam masyarakat dalam mengambil prakarsa dan menjadi penyelenggara program pendidikan merupakan kontribusi yang sangat berharga, yang perlu mendapat perhatian dan apresiasi dari pemerintah sebagai pengambil kebijakan.
Kearifan lokal sesungguhnya mengandung banyak sekali keteladanan dan kebijaksanaan hidup. Pentingnya kearifan lokal dalam pendidikan secara luas adalah bagian dari upaya meningkatkan ketahanan nasional kita sebagai identitas sebuah bangsa. Pendidikan bukan sekedar mengajarkan sesuatu yang benar dan yang salah tetapi pendidikan juga menanamkan kebiasaan tentang hal yang baik sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang mana yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotorik).
Pembelajaran berbasis kearifan lokal merupakan pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai pusat pembelajaran student centered daripada teacher centered.  Hal ini sejalan dengan konsep ideal bahwa belajar bukan sekedar kegiatan pasif menerima materi dari guru, melainkan proses aktif menggali pengalaman lama, mencari dan menemukan pengalaman baru serta mengasimilasi dan menghubungkan antara keduanya sehingga membentuk makna. Makna tercipta dari apa yang siswa lihat, dengar, rasakan, dan alami. Untuk guru, mengajar adalah kegiatan memfasilitasi siswa dalam mengkonstruksi sendiri pengetahuannya lewat keterlibatannya dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran berbasis kearifan lokal yang dipadukan dengan pembelajaran IPS di sekolah sangatlah tepat. Hal ini sesuai dengan tujuan IPS yaitu agar siswa mampu mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan untuk menyelesaikan masalah sosial yang terjadi dikehidupan siswa, sesuai dengan kemampuan belajarnya. Pembelajaran yang dilakukan dengan cara mengintegrasi nilai-nilai kearifan lokal ke dalam mata pelajaran IPS itu sendiri.
Pembelajaran IPS yang berbasis kearifan lokal ini dilakukan dengan mengintegrasikan berbagai bentuk kearifan lokal tersebut ke dalam mata pelajaran IPS dengan untuk memperkenalkan nilai-nilai kearifan lokal di daerah setempat pada mata pelajaran IPS, sehingga diharapkan siswa menyadari akan pentingnya nilai-nilai tersebut dan menginternalisaikan nilai-nilai itu ke dalam tingkah lakunya sehari-hari melalui proses pembelajaran, baik yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas.
Pada dasarnya kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan peserta didik menguasai kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga dirancang untuk menjadikan peserta didik mengenal, menyadari/peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai dan menjadikannya perilaku yang sesuai dengan norma dan kaidah yang berlaku di masyarakat setempat. Pada setiap mata pelajaran di SD sebenarnya telah memuat materi-materi yang berkaitan dengan pendidikan karakter. Pengembangan nilai-nilai pendidikan karakter disetiap mata pelajaran dapat dilakukan dengan mengintegrasikan nilai-nilai pendidikan karakter ke dalam kompetensi dasar (KD).Selanjutnya kompetensi dasar yang dapat diintegrasikan nilai-nilai pendidikan karakter tersebut dikembangkan pada silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
Sebagai contoh berdasarkan materi kelas IV standar kompetensi (Mengenal sumber daya alam, kegiatan ekonomi, dan kemajuan teknologi di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi) dan kompetensi dasar (Mengenal aktivitas ekonomi yang berkaitan dengan sumber daya alam dan potensi lain di daerahnya). Nilai karakter yang dapat dimunculkan yaitu jujur, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.     

H.    UPAYA PELESTARIAN KEARIFAN LOKAL DALAM PENDIDIKAN
 Pembelajaran  kearifan  lokal yang kontekstual akan menumbuhkan sikap kreatif dan budi luhur. Jika hal ini tetap terjaga maka nilai-nilai kearifan kearifan lokal yang salama ini ada dalam masyarakat dapat terus terjaga, dihormati dan dilaksanakan dengan penuh kesadaran oleh masyarakat. Untuk menjaga nilai-nilai kearifan lokal dalam konteks pendidikan dasar terutama dalam hal pembelajaran IPS maka diperlukan berbagai upaya yang dapat kita lakukan yaitu salah satunya dengan mengintegrasikan nilai-nilai dan wujud kearifan lokal yang ada ke dalam proses pembelajaran IPS di sekolah.
Upaya pelestarian kearifan lokal yang bersumber dari masyarakat sebagai hasil interaksinya dengan lingkungan dillakukan dengan menjadikan kearifan lokal sebagai sumber materi dan nilai-nili yang ditanamkan dalam pembelajaran IPS. Dengan demikian diharapkan tujuan dari pembelajaran IPS itu sendiri akan dapat tercapai dengan maksimal dengan adanya pendekatan budaya, adat dan kearifan lokal yang tumbuh dan berkembang di masyarakat. Melalui upaya tersebut diharapkan berbagai kearifan lokal yang ada di masyarakat selama ini dapat tetap terjaga keberadaanya, selain itu dengan penanaman nilai-nilai dan hakikat kearifan lokal yang ada sejak dini pada siswa, diharapkan siswa dapat menyerap, memahami kemudian mengaplikasikan nilai-nilai luhur tersebut dalam kehidupannya kelak.
Selain upaya di atas ada juga upaya lain yang lebih mudah dilakukan dan langsung dapat diimplementasikan dalam kehidupan siswa sehari-hari yaitu:
1.    Mengadakan gerakan memasang symbol atau kata-kata dari kearifan lokal di pintu masuk sekolah.
2.    Mencetak  dalam  kaos-kaos  olah  raga,  kaos  tari,  kaos  peringatan/panitia, atau yang lain dalam upaya mengenalkan kearifan lokal yang ada dimasyarakat.
3.    Memasang  kearifan  lokal  berupa  pepatah  dan  kata-kata  di  ruang-ruang sekolah, kelas, dan kantor.
4.    Penerbitan  kearifan  lokal  dalam  bentuk  buku khusus,  diwujudkan  dalam  buku kenangan, dilengkapi gambar menarik tentang kearifan lokal.
5.    Menampilkan  kearifan  lokal  dalam  acara  televisi,  seperti  yang  digagas Jogja  TV  (Sabdatama,  Pocung),  dan  sebagainya. 
6.    Mengintegrasikan kearifan lokal ke dalam mata pelajaran muatan lokal (batik, kerajinan, ukiran )
7.    Mengintegrasikan kearifan lokal melalui Kegiatan Pengembangan Diri seperti kepramukaan, paskibraka, olahraga, kesenian, dan kegiatan ilmiah yang berbasis kearifan lokal.
8.    Dalam konteks masyarakat dilakukan dengan melaksanakan berbagai ritual adat yang dapat menjaga kelestarian kearifan lokal yang ada misalnya dengan kegiatan Bersih Dusun (rasulan), sedekah laut, dan ritual tradisi yang lain.
Akhirnya dapat disimpulkan  bahwa  pembelajaran IPS berbasis  kearifan  lokal  secara integratif,  kontekstual,  bernilai  budi  luhur,  sangat layak diterapkan di sekolah.  Hal  ini penting,  mengingat  kearifan  lokal cepat  atau  lambat  akan  membangun  jiwa siswa,  agar  lebih  mampu  menatap  kecerahan  di  masa  depan.  Yang  lebih  urgen lagi,  adalah  pembelajaran  kearifan  lokal  yang  benar-benar  sesuai  dengan  dunia para siswa sehingga siswa dapat menerimanya dengan baik dan yang paling penting dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.





 


Tidak ada komentar: