Maka dalam keadaan seperti ini perlu dikaji bagaimana menanamkan
kembali nilai-nilai nasionalisme kepada peserta didik melalui pengintegrasian
nilai-nilai budaya lokal (kearifan lokal) dalam proses pembelajaran di sekolah.
Hal ini dimaksudkan untuk memberikan pengertian dan pemahaman tentang
nilai-nilai budaya lokal setempat dan
sebagai filter terhadap ganasnya arus globalisasi. Dengan demikian diharapkan
para siswa tidak akan tergerus oleh derasnya arus globalisasi yang terus datang
menerpa bangsa Indonesia.
B.
PENGERTIAN
KEARIFAN LOKAL
Menurut pengertian kamus, kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari dua kata:
kearifan (wisdom) dan lokal (local). Dalam Kamus Inggris Indonesia
John M. Echols dan Hassan Syadily, local
berarti setempat, sedangkan wisdom (kearifan)
sama dengan kebijaksanaan. Secara umum maka local
wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat
(local) yang bersifat bijaksana,
penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota
masyarakatnya.
Menurut Keraf (2002), kearifan lokal/tradisional
adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman, atau wawasan serta adat
kebiasaan atau etika yanag menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam
komunitas ekologis.
Kearifan lokal menurut Naritoom (Wagiran, 2010) paling
tidak menyiratkan beberapa konsep, yaitu:(1) kearifan lokal adalah sebuah
pengalaman panjang, yang diendapkan sebagai petunjuk perilaku seseorang; (2)
kearifan lokal tidak lepas dari lingkungan pemiliknya; dan (3) kearifan lokal
itu bersifat dinamis, lentur, terbuka, dan senantiasa menyesuaikan dengan
zamannya. Konsep demikian juga sekaligus memberikan gambaran bahwa kearifan
lokal selalu terkait dengan kehidupan manusia dan lingkungannya. Kearifan lokal
muncul sebagai penjaga atau filter iklim global yang melanda kehidupan manusia.
Kearifan lokal berasal dari dua kata yaitu kearifan (wisdom), dan
lokal (local). Secara umum maka local wisdom (kearifan setempat)
dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat
bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh
anggota masyarakatnya. Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya
masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal
merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan
pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung di
dalamnya dianggap sangat universal. (http://filsafat.ugm.ac.id).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka secara
umum kearifan lokal merupakan sebuah budaya kontekstual atau gagasan-gagasan
setempat (lokal) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam
dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Kearifan lokal adalah pandangan hidup
dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas
yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam
pemenuhan kebutuhan mereka. Kearifan selalu bersumber dari hidup manusia.
Ketika hidup itu berubah, kearifan lokal pun akan berubah pula (dinamis).
C.
CAKUPAN
Kearifan lokal merupakan fenomena yang luas dan
komprehensif. Cakupan kearifan lokal cukup banyak dan beragam sehingga sulit
dibatasi oleh ruang. Kearifan tradisional dan kearifan kini berbeda dengan
kearifan lokal. Kearifan lokal lebih menekankan pada tempat dan lokalitas dari
kearifan tersebut sehingga tidak harus merupakan sebuah kearifan yang telah
diwariskan dari generasi ke generasi.
Kearifan lokal bisa merupakan kearifan yang belum
lama muncul dalam suatu komunitas sebagai hasil dari interaksinya dengan
lingkungan alam dan interaksinya dengan masyarakat serta budaya lain. Oleh
karena itu, kearifan lokal tidak selalu bersifat tradisional karena dia dapat
mencakup kearifan masa kini, dan karena itu pula bisa lebih luas maknanya
daripada kearifan tradisional. Untuk membedakan kearifan lokal yang baru saja
muncul dengan kearifan lokal yang sudah lama dikenal komunitas tersebut, dapat
digunakan istilah "kearifan kontemporer". Kearifan tradisional dapat
disebut juga "kearifan klasik”.
Ditinjau dari sisi filosofi dasarnya, kearifan dapat
dikategorikan dalam dua aspek, yaitu: (a) gagasan, pemikiran, akal budi yang
bersifat abstrak; dan (b) kearifan lokal yang berupa hal-hal konkret, dapat
dilihat. Kearifan lokal kategori (a) mencakup berbagai pengetahuan, pandangan,
nilai serta praktik- praktik dari sebuah komunitas baik yang diperoleh dari
generasi sebelumnya dari komunitas tersebut maupun yang didapat oleh komunitas
tersebut di masa kini, yang tidak berasal dari generasi sebelumnya, tetapi dari
berbagai pengalaman di masa kini, termasuk juga dari kontaknya dengan
masyarakat atau budaya lain. Kearifan lokal kategori (b) biasanya berupa
benda-benda artefak, yang menghiasi hidup manusia, dan bermakna simbolik.
Menurut pendapat lain diungkapkan bahwa paling tidak
cakupan kearifan lokal dapat meliputi hal yaitu:
1. Pemikiran,
sikap, dan tindakan berbahasa, berolah seni, dan bersastra, misalnya
karya-karya sastra yang bernuansa filsafat dan niti (wulang)
2. Pemikiran,
sikap, dan tindakan dalam berbagai artefak budaya, misalnya keris, candi, dekorasi,
lukisan, dan sebagainya.
3. Pemikiran,
sikap, dan tindakan sosial bermasyarakat, seperti unggah-ungguh, sopan santun,
dan udanegara.
Secara garis besar, kearifan lokal terdiri dari
hal-hal yang tidak kasat mata (intangible)
dan hal-hal yang kasat mata (tangible).
Kearifan yang tidak kasat mata berupa gagasan mulia untuk membangun diri,
menyiapkan hidup lebih bijaksana, dan berkarakter mulia. Sebaliknya, kearifan yang
berupa hal-hal fisik dan simbolik patut ditafsirkan kembali agar mudah
diimplementasikan ke dalam kehidupan. Kategorisasi lebih kompleks dikemukakan Sungri
yang meliputi pertanian, kerajinan tangan, pengobatan herbal, pengelolaan
sumberdaya alam dan lingkungan, perdagangan, seni budaya, bahasa daerah, philosophi, agama dan budaya serta
makanan tradisional.
D.
JENIS-JENIS
KEARIFAN LOKAL
Dalam masyarakat kita, kearifan-kearifan lokal dapat
ditemui dalam nyanyian, pepatah, sasanti, petuah, semboyan, dan kitab-kitab
kuno yang melekat dalam perilaku sehari-hari. Kearifan lokal biasanya tercermin
dalam kebiasaan-kebiasaan hidup masyarakat yang telah berlangsung lama.
Keberlangsungan kearifan lokal akan tercermin dalam nilai-nilai yang berlaku
dalam kelompok masyarakat tertentu. Nilai-nilai itu menjadi pegangan kelompok
masyarakat tertentu yang biasanya akan menjadi bagian hidup tak terpisahkan
yang dapat diamati melalui sikap dan perilaku mereka sehari-hari.
Secara umum kearifan lokal lebih menggambarkan satu
fenomena spesifik yang biasanya akan menjadi ciri khas komunitas kelompok tersebut,
misalnya alon-alon waton kelakon
(masyarakat Jawa Tengah), rawe-rawe
rantas malang-malang putung (masyarakat Jawa Timur), ikhlas kiai-ne manfaat ilmu-ne, patuh guru-ne barokah urip-e (masyarakat
pesantren), dan sebagainya.
Bentuk
kearifan lokal dapat dikategorikan ke dalam dua aspek, yaitu kearifan
lokal yang berwujud nyata (tangible) dan yang tidak berwujud (intangible).
A. Kearifan Lokal yang Berwujud Nyata (Tangible),
meliputi :
a.
Tekstual, Beberapa jenis kearifan lokal seperti sistem nilai, tata cara, ketentuan
khusus yang dituangkan ke dalam bentuk catatan tertulis seperti yang ditemui
dalam kitab tradisional primbon, kalender dan prasi (budaya tulis di atas lembaran daun lontar).
b. Bangunan/Arsitektural
c.
Benda Cagar Budaya/Tradisional (Karya Seni), misalnya
keris, batik dan lain-lain.
B. Kearifan Lokal yang Tidak Berwujud (Intangible)
Selain bentuk kearifan lokal yang
berwujud, ada juga bentuk kearifan lokal yang tidak berwujud seperti petuah
yang disampaikan secara verbal dan turun temurun yang dapat berupa nyanyian dan
kidung yang mengandung nilai-nilai ajaran tradisional. Melalui petuah atau
bentuk kearifan lokal yang tidak berwujud lainnya, nilai sosial disampaikan
secara oral/verbal dari generasi ke generasi. Misalnya kearifan lokal
yang mengandung etika terhadap lingkungan.
Bentuk contoh kearifan lokal yang paling terlihat
juga terdapat pada masyarakat Jawa. Berikut ini disajikan beberapa contoh
bentuk kearifan lokal pada masyarakat Jawa yaitu:
1. Unen-unen,
yaitu ungkapan berisi wejangan. Misalnya: (a) nglurug tanpa bala, menang tanpa ngasorake, digembol ora mendhokol,
diguwang ora kemrosak; (b) kali ilang
kedhunge pasar ilang kemandhange; (c) desa
mawa cara negara mawa tata.
2. Perintah
halus, artinya _ ucap-ucap sinandi.
Yakni ucapan wingit yang penuh teka-teki, seperti: dupak bujang, esem bupati, semu pandhita, sasmita narendra..
3.
Nglulu, artinya larangan yang
tersamar halus, clan kebalikan dari keadaan. Contoh: sing dhuwur,.... ;sing sero, ....; ra sah bali.... .
4.
Cangkriman,
adalah teka-teki yang harus ditebak maknanya. Cangkriman amat luas, antara lain
cangkriman wayang. Misalnya : ana kayu
den tutuhi atemak mangke angrembaka.
5. Sekar/gendhing:
lagu-lagu jawa klasik, dhandanggula,
sinom, maskumambang, pocung, dan lain-lain.
6. Dolanan (mainan),
misalnya: Dhoktri, Sar-sur petan,
Cublak-cublak Suweng, Jamuran.
7. Filosofi
Samin. Contoh: Nandur pari thukul
pari ngundhuh pari,
nandur rawe thukul
rawe ngundhuh rawe, ora bakal
nandur pari thukul jagung ngundhuh rawe.
8. Isbat.
Contoh: Ana pandhita akarya wangsit
Pindha kombang angisep ing tawang Susuh angin ngendi nggone.
Kearifan lokal juga terdapat di beberapa daerah lain
di indonesia yaitu:
1. Papua,
terdapat kepercayaan te aro neweak lako (alam adalah aku).
Gunung Erstberg dan Grasberg dipercaya sebagai kepala mama, tanah dianggap
sebagai bagian dari hidup manusia. Dengan demikian maka pemanfaatan sumber daya
alam secara hati-hati.
2. Serawai,
Bengkulu, terdapat keyakinan celako kumali. Kelestarian lingkungan
terwujud dari kuatnya keyakinan ini yaitu tata nilai tabu dalam berladang dan
tradisi tanam tanjak.
3. Dayak
Kenyah, Kalimantan Timur, terdapat tradisi
tana‘ ulen. Kawasan hutan
dikuasai dan menjadi milik masyarakat adat. Pengelolaan tanah diatur dan
dilindungi oleh aturan adat.
4. Masyarakat
Undau Mau, Kalimantan Barat. Masyarakat ini mengembangkan kearifan lingkungan dalam pola penataan ruang
pemukiman, dengan mengklasifikasi hutan dan memanfaatkannya. Perladangan
dilakukan dengan rotasi dengan menetapkan masa
bera, dan mereka mengenal tabu
sehingga penggunaan teknologi dibatasi pada teknologi pertanian sederhana dan
ramah lingkungan.
5. Masyarakat
Kasepuhan Pancer Pangawinan, Kampung Dukuh Jawa Barat. Mereka mengenal upacara
tradisional, mitos, tabu, sehingga
pemanfaatan hutan hati-hati. Tidak diperbolehkan eksploitasi kecuali atas ijin
sesepuh adat.
6. Bali
dan Lombok, masyarakat mempunyai awig-awig.
E.
MASALAH
(TANTANGAN)
Tantangan-tantangan terhadap
kearifan lokal yang muncul adalah sebagai berikut:
1.
Kurang adanya partisipasi dari masyarakat, terutama
kalangan muda dan dunia pendidikan mengenai upaya untuk mengaplikasikan,
mempertahankan, dan menjaga nilai-nilai kearifan lokal.
2.
Adanya perkembangan nilai-nilai budaya modern
menyebabkan banyak masyarakat yang meninggalkan budayanya bersamaan dengan
nilai kearifan lokal yang terkandung di dalamnya sehingga hanya sedikit sekali
masyarakat yang masih menjaga dan melestarikan nilai-nilai kearifan lokal
tersebut.
3.
Kurangnya perhatian baik dari pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah terhadap pelestarian budaya dan kearifan lokal yang
tumbuh dan berkembang dimasyarakat.
4.
Kesadaran yang kurang dari warga masyarakat di
Indonesia untuk melestarikan nilai-nilai budaya dan kearifan lokal yang ada.
5.
Jumlah Penduduk menuntut pemenuhan kebutuhan yang
tinggi pula terutama masalah pangan, maka revolusi hijau di bidang pertanian
untuk memenuhi kebutuhan pangan yang ada ditempuh. Pada akhirnya petani
meninggalkan kearifan lokal dalam hal pengolahan lahan pertanian yang sudah
terlebih dahulu digunakan dalam budidaya pertanian yang selaras selaras dengan
alam. Bibit lokal yang sebenarnya
mempunyai ketahanan terhadap hama dan penyakit, pupuk kandang dan pupuk organik
yang digantikan dengan pupuk kimia, penggunaan hewan untuk membajak yang
digantikan traktor, penggunaan obat-obatan dari tanaman untuk pertanian diganti
dengan obat-obatan kimia yang pada faktanya sangat merusak lingkungan terutama
tanah dan air.
6. Perkembangan teknologi dan arus globalisasi ikut berperan dalam merubah
pola pikir masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Teknologi modern dianggap
lebih bagus dan cepat untuk mencapai tujuan dibandingkan dengan yang
tradisional (lokal) dengan mengesampingkan berbagai dampak negatifnya. Pada
akhirnya kerusakan lingkunganlah yang timbul. Hutan banyak diekspliotasi
dijadikan perkebunan, sungai jadi tempat pembuangan limbah dan sebagainya.
F.
POTENSI
(PELUANG)
Kearifan
lokal merupakan modal pembentukan karakter
luhur suatu bangsa yang kemudian akan menjadi jati diri bangsa itu sendiri. Karakter luhur adalah
watak bangsa yang
senantiasa bertindak dengan
penuh kesadaran dan pengendalian
diri. Kearifan lokal juga
bersumber pada berbagai budaya yang tumbuh dan berkembang dimasyarakat
yang memiliki nilai-nilai luhur. Tiap suku dan daerah di Indonesia memiliki
budaya dan adat istiadat sendiri-sendiri dengan nilai kearifan lokal tertentu
yang terkandung di dalamnya. Maka kekayaan tersebut tentu saja menjadi modal
tersendiri bagi bangsa Indonesia untuk mengembangkan dunia pendidikan dengan
berbasis pada kearifan lokal dan budaya dimasing-masing daerah.
Berbagai bentuk
kearifan lokal yang
merupakan daya dukung bagi
penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan
dalam masyarakat antara lain
sebagai berikut:
1. Kearifan lokal masyarakat dalam
bentuk peraturan tertulis tentang kewajiban belajar, seperti
kewajiban mengikuti kegiatan
pembelajaran bagi warga
masyarakat yang masih buta aksara.
2. Kearifan lokal
dalam menjaga keharmonisan
hubungan antarsesama manusia,
melalui aktivitas gotong
royong yang dilakukan masyarakat
dalam berbagai aktivitas.
3. Kearifan lokal
yang berkaitan dengan seni.
Keseniaan tertentu memiliki
nilai untuk membangkitkan rasa
kebersamaan dan keteladan
serta rasa penghormatan
terhadap pemimpin dan
orang yang dituakan.
4. Kearifan lokal
dalam sistem anjuran (tidak tertulis), namun disepakati
dalam rapat yang dihadiri
unsur-unsur dalam masyarakat untuk
mewujudkan kecerdasan warga,
seperti kewajiban warga masyarakat untuk tahu baca tulis ketika
mengurus Kartu Tanda
Penduduk dan Kartu Keluarga
Prospek pengembangan
kearifan lokal dalam dunia pendidikan di masa depan sangat dipengaruhi oleh
berbagai kebijakan pemerintah yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan
pembelajaran di sekolah. Maka dari itu penting untuk melibatkan dunia
pendidikan dalam rangka untuk tetap menjaga kearifan lokal yang ada di
Indonesia dengan mengintegrasikan nilai-nilai yang terkandung dalam kearifan lokal
tersebut ke dalam konten dan proses pembelajaran.
G.
MANFAAT
DALAM PEMBELAJARAN IPS
Pendidikan
berbasis kearifan lokal adalah
pendidikan yang mengajarkan
peserta didik untuk
selalu lekat dengan
situasi konkret yang
mereka hadapi. Dengan dihadapkan
pada masalah dan situasi konkret yang
dihadapi, peserta didik akan semakin
tertantang untuk menanggapinya secara kritis dan melatih keaktifan dan kemandirian siswa.
Pendidikan juga harus memperhatikan sinergitas antar budaya dengan pendidikan agar pendidikan yang
berlangsung lebih memiliki karakter dan lebih sesuai dengan budaya yang
berkembang sehingga akan lebih mudah diterima dan diaplikasikan oleh peserta
didik dalam kehidupannya.
Kearifan lokal merupakan usaha untuk menemukan
kebenaran yang didasarkan pada fakta-fakta atau gejala-gejala yang berlaku
secara spesifik dalam sebuah budaya masyarakat tertentu. Proses ini akan
menghasilkan pengetahuan yang menggambarkan tentang kearifan lokal itu sendiri,
yaitu gambaran mengenai sikap atau tingkah-laku yang mencerminkan budaya asli
suatu daerah tertentu. Hal ini dapat dijadikan sebagai sumber materi dan
nilai-nilai yang harus ditanamkan dalam pembelajaran IPS di sekolah.
Upaya pengembangan pendidikan dengan pembelajaran
IPS yang berbasis kearifan lokal tidak akan terlaksana dengan baik tanpa peran
serta masyarakat secara optimal. Keikutsertaan berbagai unsur dalam masyarakat
dalam mengambil prakarsa dan menjadi penyelenggara program pendidikan merupakan
kontribusi yang sangat berharga, yang perlu mendapat perhatian dan apresiasi
dari pemerintah sebagai pengambil kebijakan.
Kearifan
lokal sesungguhnya mengandung banyak sekali keteladanan dan kebijaksanaan
hidup. Pentingnya kearifan lokal dalam pendidikan secara luas adalah bagian dari
upaya meningkatkan ketahanan nasional kita sebagai identitas sebuah bangsa.
Pendidikan bukan sekedar mengajarkan sesuatu yang benar dan yang salah tetapi
pendidikan juga menanamkan kebiasaan tentang hal yang baik sehingga peserta
didik menjadi paham (kognitif) tentang mana yang benar dan salah, mampu
merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotorik).
Pembelajaran
berbasis kearifan lokal merupakan pembelajaran yang
menempatkan siswa sebagai pusat pembelajaran student centered daripada teacher
centered. Hal ini sejalan dengan
konsep ideal bahwa belajar bukan sekedar kegiatan pasif menerima materi dari guru,
melainkan proses aktif menggali pengalaman lama, mencari dan menemukan
pengalaman baru serta mengasimilasi dan menghubungkan antara keduanya sehingga
membentuk makna. Makna tercipta dari apa yang siswa lihat, dengar, rasakan, dan
alami. Untuk guru, mengajar adalah kegiatan memfasilitasi siswa dalam
mengkonstruksi sendiri pengetahuannya lewat keterlibatannya dalam kehidupan
sehari-hari.
Pembelajaran
berbasis kearifan lokal yang dipadukan dengan pembelajaran IPS di sekolah
sangatlah tepat. Hal ini sesuai dengan tujuan IPS yaitu agar siswa mampu
mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan untuk menyelesaikan
masalah sosial yang terjadi dikehidupan siswa, sesuai dengan kemampuan
belajarnya. Pembelajaran yang dilakukan dengan cara mengintegrasi nilai-nilai
kearifan lokal ke dalam mata pelajaran IPS itu sendiri.
Pembelajaran
IPS yang berbasis kearifan lokal ini dilakukan dengan mengintegrasikan berbagai
bentuk kearifan lokal tersebut ke dalam mata pelajaran IPS dengan untuk
memperkenalkan nilai-nilai kearifan lokal di daerah setempat pada mata
pelajaran IPS, sehingga diharapkan siswa menyadari akan pentingnya nilai-nilai
tersebut dan menginternalisaikan nilai-nilai itu ke dalam tingkah lakunya sehari-hari
melalui proses pembelajaran, baik yang berlangsung di dalam maupun di luar
kelas.
Pada
dasarnya kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan peserta didik menguasai
kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga dirancang untuk menjadikan peserta
didik mengenal, menyadari/peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai dan
menjadikannya perilaku yang sesuai dengan norma dan kaidah yang berlaku di
masyarakat setempat. Pada setiap mata pelajaran di SD sebenarnya telah memuat
materi-materi yang berkaitan dengan pendidikan karakter. Pengembangan nilai-nilai
pendidikan karakter disetiap mata pelajaran dapat dilakukan dengan
mengintegrasikan nilai-nilai pendidikan karakter ke dalam kompetensi dasar
(KD).Selanjutnya kompetensi dasar yang dapat diintegrasikan nilai-nilai
pendidikan karakter tersebut dikembangkan pada silabus dan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP).
Sebagai
contoh berdasarkan materi kelas IV standar kompetensi (Mengenal sumber
daya alam, kegiatan ekonomi, dan kemajuan teknologi di lingkungan
kabupaten/kota dan provinsi)
dan kompetensi dasar (Mengenal aktivitas ekonomi yang berkaitan dengan sumber
daya alam dan potensi lain di daerahnya). Nilai karakter yang dapat dimunculkan
yaitu jujur, disiplin, kerja keras, kreatif,
mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, cinta tanah air, menghargai prestasi,
bersahabat/komunikatif, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.
H.
UPAYA
PELESTARIAN KEARIFAN LOKAL DALAM PENDIDIKAN
Pembelajaran
kearifan lokal yang kontekstual
akan menumbuhkan sikap kreatif dan budi luhur. Jika hal ini tetap terjaga maka
nilai-nilai kearifan kearifan lokal yang salama ini ada dalam masyarakat dapat
terus terjaga, dihormati dan dilaksanakan dengan penuh kesadaran oleh
masyarakat. Untuk menjaga nilai-nilai kearifan lokal dalam konteks pendidikan
dasar terutama dalam hal pembelajaran IPS maka diperlukan berbagai upaya yang
dapat kita lakukan yaitu salah satunya dengan mengintegrasikan nilai-nilai dan
wujud kearifan lokal yang ada ke dalam proses pembelajaran IPS di sekolah.
Upaya pelestarian kearifan lokal yang bersumber dari
masyarakat sebagai hasil interaksinya dengan lingkungan dillakukan dengan
menjadikan kearifan lokal sebagai sumber materi dan nilai-nili yang ditanamkan
dalam pembelajaran IPS. Dengan demikian diharapkan tujuan dari pembelajaran IPS
itu sendiri akan dapat tercapai dengan maksimal dengan adanya pendekatan
budaya, adat dan kearifan lokal yang tumbuh dan berkembang di masyarakat. Melalui
upaya tersebut diharapkan berbagai kearifan lokal yang ada di masyarakat selama
ini dapat tetap terjaga keberadaanya, selain itu dengan penanaman nilai-nilai
dan hakikat kearifan lokal yang ada sejak dini pada siswa, diharapkan siswa
dapat menyerap, memahami kemudian mengaplikasikan nilai-nilai luhur tersebut
dalam kehidupannya kelak.
Selain upaya di atas ada juga upaya lain yang lebih
mudah dilakukan dan langsung dapat diimplementasikan dalam kehidupan siswa
sehari-hari yaitu:
1. Mengadakan
gerakan memasang symbol atau kata-kata dari kearifan lokal di pintu masuk
sekolah.
2. Mencetak dalam
kaos-kaos olah raga,
kaos tari, kaos
peringatan/panitia, atau yang lain dalam upaya mengenalkan kearifan
lokal yang ada dimasyarakat.
3. Memasang kearifan
lokal berupa pepatah
dan kata-kata di
ruang-ruang sekolah, kelas, dan kantor.
4. Penerbitan kearifan
lokal dalam bentuk
buku khusus, diwujudkan dalam
buku kenangan, dilengkapi gambar menarik tentang kearifan lokal.
5. Menampilkan kearifan
lokal dalam acara
televisi, seperti yang
digagas Jogja TV (Sabdatama, Pocung), dan
sebagainya.
6. Mengintegrasikan kearifan
lokal ke dalam mata pelajaran muatan lokal (batik, kerajinan, ukiran )
7. Mengintegrasikan
kearifan lokal melalui Kegiatan Pengembangan Diri seperti kepramukaan,
paskibraka, olahraga, kesenian, dan kegiatan ilmiah yang berbasis kearifan
lokal.
8. Dalam
konteks masyarakat dilakukan dengan melaksanakan berbagai ritual adat yang
dapat menjaga kelestarian kearifan lokal yang ada misalnya dengan kegiatan
Bersih Dusun (rasulan), sedekah laut, dan ritual tradisi yang lain.
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran IPS berbasis
kearifan lokal secara integratif, kontekstual,
bernilai budi luhur,
sangat layak diterapkan di sekolah.
Hal ini penting, mengingat
kearifan lokal cepat atau lambat
akan membangun jiwa siswa,
agar lebih mampu
menatap kecerahan di
masa depan. Yang
lebih urgen lagi, adalah
pembelajaran kearifan lokal
yang benar-benar sesuai
dengan dunia para siswa sehingga
siswa dapat menerimanya dengan baik dan yang paling penting dapat
mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.